Jumat, 27 Mei 2011

laporan praktikum lapangan klimatologi

Badan meteorologi Klimatologi dan Geofisika Cilacap
Sejarah BMKG dimulai pada tahun 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca dan geofisika., awalnya bertujuan untuk perkebunan dan pertanian. Selain itu berkembang menjadi keperluan militer dan tersebar di kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta dan berkembang di tiap daerah di Indonesia. Sebelum BMKG, nama sebelumnya yaitu hanya BMG dan diubah pada tahun  2008 menjadi BMKG sampai sekarang. BMKG  mulai dikenal banyak di Indonesia ketika pada saat terjadi bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004 silam.
Tugas pokok dan fungsi BMKG
Ø  Memberikan layanan informasi yang akurat, tepat waktu dan bermutu untuk untuk melindungi masyarakat dan kehidupannya dari bencana alam
Ø  Mengadakan pengamatan, pengumpulan, analisis pengolahan, analisis dan penyebaran data serta pelayanan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Jumlah jaringan stasiun pengamatan di wilayah Indonesia
1.      Stasiun Meteorologi: 120
2.      Stasiun Geofisika     : 31
3.      Stasiun Klimatologi : 21
Tugas pokok stasiun Meteorologi Cilacap, sesuai SK No. Kep.005 Tahun 2004
“Melaksanakan pengamatan, pengumpulan, dan penyebaran data, pengolahan, penganalisaan dan prakiraan di dalam wilayahnya serta pelayanan jasa meteorologi”
Sesuai dengan Peraturan KBMG Nomor SK.170/ME.007/BMG-2006
“Melaksanakan tugas Pelayanan Informasi Maritim”
Pengamatan
Unsur-unsur pengamatan tidak dengan alat/visual :
·         Awan
·         Jarak pandang mendatar
·         Cuaca (awan dan petir)
Peralatan pengamatan
1.      Barometer Air Raksa
Membandingkan perbedaan tinggi air raksa dalam tabung gelas dan di dalam bejana. Barometer air raksa berfungsi untuk mengukur tekanan udara. Terdiri dari tabung gelas berisi air raksa, bagian atasnya tertutup dan bagian bawahnya terbuka dimasukkan ke dalam bejana air raksa.
Syarat penempatan (1) Ditempatkan pada ruangan yang mempunyai suhu tetap (Homogen). (2) Tidak boleh kena sinar matahari langsung. (3) Tidak boleh kena angin langsung. (4) Tidak boleh dekat lalu-lintas orang. (5)  Tidak boleh dekat meja kerja. (6) Penerangan jangan terlalu besar, maximum 25 watts.
Cara pemasangan (a) Dipasang tegak lurus pada dinding yang kuat. (b) Tinggi bejana + 1 m dari lantai. (c) Sebaiknya dipasang di lemari kaca. (d) Latar belakang yang putih untuk memudahkan pembacaan.
Cara membaca (a) Baca suhu yang menempel pada Barometer. (b) Naikkan air raksa dalam bejana, sehingga menyinggung jarum taji. (c) Skala Nonius (Vernier) sehingga menyinggung permukaan air raksa. (d) Baca skala Barometer dan skala Nonius. (e) Gunakan koreksi yang telah disediakan.
2.      Barograph
Barograph adalah istilah lain untuk barometer yang dapat merekam sendiri hasil pengukurannya. Barograph umumnya menggunakan prinsip Barometer Aneroid, dengan menghubungkan beberapa kapsul/ cell aneroid dengan sebuah pena untuk membuat track pada kerta pias yang diletakkan pada tabung yang berputar 24 jam per rotasi. Pada pias terdapat garis-garis tegak menunjukkan waktu dan garis mendatar menunjukkan tekanan udara.Tingkat keakuratan dari barograph, salah satunya ditentukan oleh jumlah kapsul/ cell aneroid yang digunakan. Semakin banyak kapsul aneroid yang digunakan maka semakin peka barograph tersebut terhadap perubahan tekanan udara.

3.      Evaporimeter tipe pyche                Termograph
Thermometer bola kering               Thermometer bola basah
Thermometer maksimum               Thermometer minimum

            Evaporimeter tipe pyche . Biasanya alat ini ditempatkan di dalam sangkar cuaca, sedangkan tipe yang lain diletakkan di luar sangkar. Atmometer tipe Piche memiliki konstruksi yang sederhana karena mudah penggunaan dan pengamatannya. Cara penggunaan dan pengamatannya ialah: mula-mula tabung diisi dengan air aquades, kemudian ditutup dengan kertas saring dengan bantuan ring penjepit yang dibentuk sedemikian rupa, kemudiandiletakkan pada tiang penggantung. Pengamatan dilakukan pada permukaan air di dalam tabung yang berskala (cc). Proses penguapan terjadi pada dua permukaan kertas saring dan berlangsung terus menerus sampai persediaan air di dalam habis. Besarnya penguapan dapat diketahui dari penyusutan air dalam tabung pada waktu pengamatan berikutnya.
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur), ataupun perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang berarti panas dan meter yang berarti untuk mengukur. Prinsip kerja termometer ada bermacam-macam, yang paling umum digunakan adalah termometer air raksa. Thermometer yang terdapat di BMKG Cilacap ada empat macam, yaitu thermometer bola kering dan thermometer bola basah serta thermometer maksimum dan minimum.
Dry Bulb temperature (Temperatur bola kering),  yaitu suhu yang ditunjukkan dengan thermometer bulb biasa dengan bulb dalam keadaan kering. Satuan untuk suhu ini bias dalam celcius, Kelvin, fahrenheit. Seperti yang diketahui bahwa thermometer menggunakan prinsip pemuaian zat cair dalam thermometer. Jika kita ingin mengukur suhu udara dengan thermometer biasa maka terjadi perpindahan kalor dari udara ke bulb thermometer. Karena mendapatkan   kalor maka zat cair (misalkan: air raksa) yang ada di dalam thermometer mengalami pemuaian sehingga tinggi air raksa tersebut naik. Kenaikan ketinggian cairan ini yang di konversika dengan satuan suhu (celcius, Fahrenheit, dll).
Wet Bulb Temperature (Temperatur bola basah), yaitu suhu bola basah. Sesuai dengan namanya “wet bulb”, suhu ini diukur dengan menggunakan thermometer yang bulbnya (bagian bawah thermometer) dilapisi dengan kain yang telah basah kemudian dialiri udara yang ingin diukur suhunya. Perpindahan kalor terjadi dari udara ke kain basah tersebut. Kalor dari udara akan digunakan untuk menguapkan air pada kain basah tersebut, setelah itu baru digunakan untuk memuaikan cairan yang ada dalam thermometer. Untuk menjelaskan apa itu wet bulb temperature, dapat kita gambarkan jika ada suatu kolam dengan panjang tak hingga diatasnya ditutup.  Kemudian udara dialirka melalui permukaan air. Dengan adanya perpindahan kalor dari udara ke permukaan air maka terjadilah penguapan.  Udara menjadi jenuh diujung kolam air tersebut. Suhu disinilah yang dinamakan Wet Bulb temperature
    Termometer Maksimum Ciri khas dari termometer ini adalah terdapat penyempitan pada pipa kapiler di dekat reservoir. Air raksa dapat melalui bagian yang sempit ini pada suhu naik dan pada suhu turun air raksa tak bisa kembali ke reservoir, sehingga air raksa tetap berada posisi sama dengan suhu tertinggi. Setelah dibaca posisi ujung air raksa tertinggi, air raksa dapat dikembalikan ke reservoir dengan perlakuan khusus (diayun-ayunkan). Termometer maksimum diletakkan pada posisi hampir mendatar, agar mudah terjadi pemuaian . Pengamatan sekali dalam 24 jam.
Thermometer minimum biasanya menggunakan alkohol untuk pendeteksi suhu udara yang terjadi. Hal ini dikarenakan alkohol memiliki titik beku lebih tinggi dibanding air raksa, sehingga cocok untuk pengukuran suhu minimum. Prinsip kerja thermometer minimum adalah dengan menggunakan sebuah penghalang (indeks) pada pipa alkohol, sehingga apabila suhu menurun akan menyebabkan indeks ikut tertarik kebawah, namun bila suhu meningkat maka indek akan tetap pada posisi dibawah. Selain itu peletakan thermometer harus miring sekitar 20-30 derajat, dengan posisi tabung alkohol berada di bawah. Hal ini juga dimaksudkan untuk mempertahankan agar indek tidak dapat naik kembali bila sudah berada diposisi bawah (suhu minimum).
Termograph ini mencatat otomatis temperatur sebagai fungsi waktu. Thermograph ini adalah logam panjang yang terdiri dari 2 bagian, kuningan dan invar. Bentuk bimetal merupakan spiral. Terpasang pada sumbu horizontal dan diluar kotak Thermograph. Satu ujung bimetal dipasang pada kotak dengan sekrup penyetel halus, sehingga letak pena dapat diatur. Ujung lain dihubungkan ketangkai pena melalui sumbu horizontal sehingga dapat menimbulkan track/ rekaman pada kertas pias yang berputar 24 jam per rotasi. Jika temperatur naik, ujung bimetal menggerakkan tangkai pena keatas, dan sebaliknya. Sebelum dipakai, thermograph harus dikalibrasi terlebih dahulu. Alat ini harus ditempatkan dalam sangkar apabila dipakai untuk mengukur atmospher.
4.      Anemometer tipe corong
Anemometer adalah alat pengukur kecepatan angin yang banyak dipakai dalam bidang Meteorologi dan Geofisika atau stasiun prakiraan cuaca. Nama alat ini berasal dari kata Yunani anemos yang berarti angin. Perancang pertama dari alat ini adalah Leon Battista Alberti pada tahun 1450. Selain mengukur kecepatan angin, alat ini juga dapat mengukur besarnya tekanan angin itu.
Cara kerja alat Pada saat tertiup angin, baling-baling yang terdapat pada anemometer akan bergerak sesuai arah angin. Di dalam anemometer terdapat alat pencacah yang akan menghitung kecepatan angin. Penggunaan Anemometer harus ditempatkan di daerah terbuka. Baling-baling pada anemometer akan berputar dengan sendirinya jika ditiup angin.

5.      Penakar hujan tipe hellman (otomatis)
Penakar hujan Otomatis type Hellman adalah penakar hujan yang dapat men\catat sendiri, badannya berbentuk silinder, luas permukaan corong penakarnya200 Cm2, tingginya antara 100 sampai dengan 120 Cm. Jika pintu penakar hujan dalam keadaan terbuka, maka bagian dalamnya akan terlihat seperti gambar  terlampir.
Prinsip kerja alat jika hujan turun, air hujan akan masuk kedalam tabung yang berpelampung melalui corongnya, air yang masuk kedalam tabung mengakibatkan pelampung beserta tangkainya terangkat (naik keatas). Pada tangkai pelampung terdapat tangkai pena yang bergerak mengikuti tangkai pelampung, gerakan pena akan menggores pias yang diletakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan sendirinya. Penunjukkan pena pada pias sesuai dengan jumlah volume air yang masuk ke dalam tabung, apabila pena telah menunjuk angka 10 mm. maka air dalam tabung akan keluar melalui gelas siphon yang bentuknya melengkung. Seiring dengan keluarnya air maka pelampung akan turun, dan dengan turunnya pelampung tangkai penapun akan bergerak turun sambil menggores pias berupa garis lurus vertikal. Setelah airnya keluar semua, pena akan berhenti dan akan menunjuk pada angka 0, yang kemudian akan naik lagi apabila ada hujan turun.

6.      Penakar hujan tipe obs (manual)
Alat pengukur hujan, mengukur tinggi hujan seolah-olah air yang jatuh ke tanah menumpuk ke atas merupakan kolom air. Bila air yang tertampung volumenya dibagi dengan luas corong penampung maka hasilnya dalah tinggi. Satuan yang dipakai adalah milimeter (mm). Penakar hujan yang baku digunakan di Indonesia adalah tipe observatorium. Semua alat penakar hujan yang beragam bentuknya atau yang otomatis dibandingkan dengan alat penakar hujan otomatis (OBS). Penakar hujan OBS adalah manual. Jumlah air hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur yang telah dikonversi dalam satuan tinggi atau gelas ukur yang kemudian dibagi sepuluh karena luas penampangnya adalah 100 cm sehingga dihasilkan satuan mm. Pengamatan dilakukan sekali dalam 24 jam yaitu pada pagi hari. Hujan yang diukur pada pagi hari adalah hujan kemarin bukan hari ini.

 
 7.      Pengukur radiasi matahari tipe Campbell stokes
Prinsip alat adalah pembakaran pias. Panjang pias yang terbakar dinyatakan dalam jam. Alat ini mengukur lama penyinaran surya. Hanya pada keadaan matahari terang saja pias terbakar, sehingga yang terukur adalah lama penyinaran surya terang. Pias ditaruh pada titik api bola lensa. Pembakaran pias terlihat seperti garis lurus di bawah bola lensa. Kertas pias adalah kertas khusus yang tak mudah terbakar kecuali pada titik api lensa. Alat dipasang di tempat terbuka, tak ada halangan ke arah Timur matahari terbit dan ke barat matahari terbenam. Kemiringan sumbu bola lensa disesuaikan dengan letak lintang setempat. Posisi alat tak berubah sepanjang waktu hanya pemakaian pias dapat diganti-ganti setiap hari.
Pengamatan lamanya Penyinaran Matahari menggunakan alat yang dinamakan Sun Shine Recorder type Cambell Stokes. Alat ini berupa bo;a kaca dan dibawahnya tepat di titik api dipasangi kertas yang sudah ada skala jamnya. Pada waktu ada sinar Matahari titik api akan memanasi kertas tadi hingga membuat jejak gosong yang memanjang.  Jejak gosong tersebut menunjukan lama penyinaran Matahari atau jumlah-waktu sinar Matahari sampai ke permukaan. Ada 3 tipe pias yang digunakan pada alat yang sama  yaitu (1) Pias waktu matahari di ekuator, (2) pias waktu matahari di utara dan (3) pias waktu matahari di selatan.


8.      Evaporimeter tipe panci terbuka - Floating thermometer
Pengukuran air yang hilang melalui penguapan (evaporasi) perlu diukur untuk mengetahui keadaan kesetimbangan air antara yang didapat melalui curah hujan dan air yang hilang melalui evaporasi. Evaporasi yang diukur dengan panci ini dipengaruhi oleh radiasi surya yang datang, kelembapan udara, suhu udara dan besarnya angin pada tempat pengukuran. Ada dua macam peralatan pengukur tinggi muka air dalam panci.
Pertama alat ukur micrometer pancing dan yang kedua alat ukur ujung paku yang dipasang tetap (fixed point). Kesalahan yang besar dari pengukuran evaporasi terletak pada tinggi air dalam panci. Oleh sebab itu muka air selamanya harus dikembalikan pada tinggi semula yaitu 5 cm di bawah bibir panci. Makin rendah muka air dalam panci, makin rendah pula terjadinya penguapan. Kejernihan air dalam panci perlu diperhatikan. Air yang keruh, evaporasi yang terukur akan rendah pula. Usahakan air jangan sampai berlumut. Tinggi air diukur dengan satuan mm.
Sekeliling panci harus ditumbuhi rumput pendek. Permukaan tanah yang terbuka atau gundul menyebabkan evaporasi yang terukur tinggi (efek oase). Pasanglah alat pada tempat yang terbuka tidak terhalang oleh benda-benda lain dan berada di tengah-tengah lapang rumput dari stasiun klimatologi.
 
 9.      Thermometer tanah pada kedalaman 0,5,10,50,100 cm
Prinsipnya sama dengan thermometer air raksa yang lain, hanya aplikasinya digunakan untuk mengukur suhu tanah dari kedalaman 0, 5, 10, 50 dan 100 cm. Untuk kedalaman 50 dan 100 cm, harus tanam sebuah tabung silinder untuk menempatkan thermometer agar mudah untuk melakukan pembacaan. Untuk kedalaman 0-10 cm, cukup dengan membenamkan bola tempat air raksa sesuai dengan kedalaman yang diperlukan.

10.  Theodolite dan pilot balon
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).

11.  Automatic Weather System

AWS  (Automatic Weather Stations) merupakan suatu peralatan atau sistem terpadu yang di disain untuk pengumpulan data cuaca secara otomatis serta di proses agar pengamatan menjadi lebih mudah. AWS ini umumnya dilengkapi  dengan sensor, RTU (Remote Terminal Unit), Komputer, unit LED Display dan bagian-bagian lainnya.
Sensor-sensor yang digunakan meliputi sensor temperatur, arah dan kecepatan angin, kelembaban, presipitasi, tekanan udara, pyranometer, net radiometer.
AWS (Automatic Weather System), ditempatkan di PLTU dan pengiriman cuaca menggunakan sandi.


Pengolahan data hasil pengamatan
·         Penyandian data synoptic
·         Pengolahan dan analisa
Ø  Angin : - windrose
              - peta streamline
              - peta gelombang
Ø  Tekanan udara : - grafik tekanan
      - peta isobar
Ø  Suhu : - grafik suhu udara
            - peta suhu udara
Ø  Kelembaban : - grafik kelembaban
 - peta kelembaban
Ø  Hujan :  - grafik hujan
   - peta hujan

·         Prakiraan cuaca dan gelombang
Ø  Prakiraan cuaca umum Cilacap
Ø  Prakiraan cuaca umum Wilayah Banyumas
Ø  Prakiraan cuaca umum pelayanan rakyat
Ø  Prakiraan cuaca umum pelabuhan
·         Pengumpulan dan penyebaran data
a.      Data hasil pengamatan (data synop)
Menggunakan VSAT-IP BMKG Pusat
b.      Prakiraan cuaca menggunakan telepon/telefax/internet
1.      Yes Radio
2.      RRI Purwokerto
3.      Koran KR.Yogyakarta
4.      ADPEL Cilacap
5.      Stasiun radio pantai Cilacap
6.      Dinas Navigasi Cilacap
7.      PPSC Cilacap
Macam-macam software pengolahan data :
1.      Wind 10 m
2.      Upwelling
3.      Total wave
4.      Swell wave
5.      SIG wave
6.      SEA wave
Pelayanan BMKG Cilacap
1.      Jenis pelayanan
v  Informasi meteorologi ( cuaca)
v  Informasi klimatologi ( iklim/musim)
v  Informasi geofisika ( gempa/tsunami)
2.      Pengguna
v  Masyarakat umum
v  Instansi pemerintah
v  Swasta
v  Mahasiswa/Pelajar


















LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG
KLIMATOLOGI LAUT
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Cilacap










Oleh :
Wibawa Agung Kumoro (H1K009014)


KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2011















DAFTAR PUSTAKA


Jumat, 20 Mei 2011

laporan praktikum lab DOC

Bab 1. Materi dan metoda
1.1. Alat dan bahan
1.1.1.        Salinitas
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini berupa Hand-Refraktometer, tissu dan sedotan. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini berupa akuades dan air media (sampel) dengan berbagai tingkat salinitas.
1.1.2.        Temperatur
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini berupa termometer air raksa. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini berupa air media (sampel).
1.1.3.        Miniatur gelombang
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini berupa gabus, penggaris, stopwatch, dan akuarium dengan volume air tertentu. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini berupa air dengan volume tertentu.
1.1.4.        Densitas
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini berupa akuarium (ukuran 40cm x 20cm x 20cm), termometer air raksa, ember, gayung, kompor listrik, millimeter blog yang sudah dilaminating dan penggaris. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini berupa air, garam, dan zat pewarna (merah dan hijau).
1.1.5.        Cahaya dan kekeruhan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini berupa akuarium kecil, timbangan, karton hitam dan sumber cahaya (senter). Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini berupa air dan sedimen (tepung) dengan beberapa variasi berat (gram).

1.2. Prosedur kerja
1.2.1.        Salinitas
a.       Pengenalan alat Hand-Refraktrometer :
Ø  Bagian-bagian alat
Ø  Alat/bahan pendukung
Keterangan :
1.       Teropong untuk melihat skala
2.       Tempat sampel
2a. Dilihat dari atas (bagian kaca adalah tempat air sampel)
3.       Cover/penutup tempat sampel
4.       Baut kaliberasi
5.       Skala pengukuran, yang akan terlihat dari teropong
b.      Cara mengoperasikan Hand-Refraktrometer :
Pastikan alat ini sudah dikalibrasi dengan cara cover/penutup dibuka. Tempat sampel bagian kacanya ditetesi dengan akuades. Dibersihkan dengan tisu. Tetesi dengan akuades, tutup cover, alat diarahkan pada arah sinar datang. Skala diamati/dilihat dari teropong, apabila skala belum menunjukan angka nol maka perlu disesuaikan dengan memutar baut kaliberasi. Lakukan dengan hati-hati dan atas sepengetahuan asisten atau dosen. Setelah dikaliberasi cover dibuka dengan hati-hati. Bagian kaca (tempat sampel) dibersihkan dengan kertas tissue. Beberapa ml air media diambil dengan menggunakan sedotan, teteskan pada permukaan kaca (tempat sampel). Cover ditutup kembali. Refraktrometer tersebut diarahkan kearah datangnya cahaya. Salinitas sampel air dibaca melalui teropongnya. Angka yang ditunjukkan oleh garis batas biru dan putih dalam lingkaran adalah angka salinitas sampel air. Lalu dicatat hasilnya.
c.       Cara merawat/membersihkan Hand-Refraktrometer
Cover/penutup dibuka. Tempat sampel bagian kacanya ditetesi dengan akuades beberapa kali sampai larutan garam bersih dan tidak ada Kristal-kristal garam yang tersisa. Dibersihkan dengan tisu. Apabila masih kurang bersih tetesi kembali dengan akuades. Cover lalu ditutup.
1.2.2.        Temperatur
Termometer air raksa dimasukkan ke dalam akuarium atau sampel air, diamkan beberapa saat. Ketika air raksa dalam thermometer sudah tidak bergerak. Ketinggian air raksa dibaca dalam thermometer tersebut. Angka suhu air ditunjukkan oleh ketinggian skala air raksa. Lalu dicatat hasilnya.
1.2.3.        Miniatur gelombang
Empat orang disiapkan dimana masing orang bertugas sebagai pemegang stopwatch/penghitung waktu, menghitung banyaknya gelombang, menghitung tinggi gelombang dan menenggelamkan gabus. Pertama, orang yang bertugas menenggelamkan gabus melakukan hal tersebut dalam tiga kali perlakuan. Perlakuan tersebut berturut-turut gabus berada di permukaan, tengah dan dasar. Setelah gabus di tenggelamkan maka amati perubahan muka air berupa tinggi gelombang, panjang gelombang serta frekuensi gelombang. Hasilnya dicatat.
1.2.4.        Densitas
a.       Persiapan alat dan bahan
Akuarium dan air tawar dengan volume 10 liter dipersiapkan. Garam ditimbang sesuai dengan salinitas yang telah ditentukan. Berdasarkan volume air yang tersedia dan siapkan zat pewarna. Air tawar yang dipanaskan dengan suhu kurang lebih 400C disiapkan.
b.      Jalannya percobaan
Air tawar dengan air volume yang telah ditentukan disiapkan kedalam akuarium (tanpa penambahan zat pewarna). Garam ditimbang dengan berat tertentu dan dimasukkan pada gayung dengan volume yang telah ditentukan, aduk hingga rata agar larut untuk mendapatkan salinitas yang telah ditentukan dan diberi pewarna. Air bewarna dengan salinitas tertentu dituangkan ke dalam akuarium secara hati-hati melalui sisi kaca, perubahan yang terjadi diamati lalu dicatat.
1.2.5.        Cahaya dan kekeruhan
a.       Persiapan alat dan bahan
Akuarium dipersiapkan dan diisi dengan air 8 liter. Sedimen timbang; missal untuk konsentrasi 5 gram/liter berarti untuk 8 liter memerlukan sedimen sebanyak 5 x 8. Yaitu 40 gram. Lalu senter disiapkan sebagai sumber cahaya.
b.      Jalannya percobaan
Setelah akuarium diisi air. Sedimen dimasukkan ke dalam akuarium dan diaduk sampai homogen. Ruangannya diharapkan gelap. Sumber cahaya dinyalakan (senter) dari arah sisi lebar akuarium, panjang lintasan sinar yang mampu menembus air terhitung dari sisi akuarium dihitung.
1.3. Waktu dan tempat
Praktikum laboratorium ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 3 April 2011 bertempat di laboratorium akuatik Jurusan Perikanan dan Kelautan, UNSOED.

BAB 2. Hasil dan Pembahasan

2.1. Hasil
Tabel 1. Data Pengamatan Densitas
Perlakuan
Bagian
Parameter
Kecerahan
(%)
Temperatur (0C)
Salinitas (ppt)
Warna
Awal
Permukaan
29
0
Bening
100
Tengah
29
0
Bening
100
Dasar
29
0
Bening
100
Salinitas
(hijau)
Permukaan
28
0
Bening
18,7
Tengah
28
1
Hijau Bening
32,08
Dasar
28
2
Hijau Pekat
49,19
Temperatur
(merah, 400C)
Permukaan
30
0
Merah Bening
52,85
Tengah
29
1
Merah Pekat
33,33
Dasar
28,5
3
Hijau Keruh
13,8

Tabel 2. Data Pengamatan Miniatur Gelombang
Parameter Gelombang
Pengaruh Perlakuan
Kecil
Sedang
Besar
Panjang gelombang (m)
0,39
0,2925
0,195
Tinggi (cm)
0,6
1,4
1,6
Kecepatan (m/s)
0,3305
0,2812
0,2853
Jarak gelombang (m)
0,585
0,585
0,585
Periode (s)
1,18
1,04
0,68

Tabel 3. Data Pengamatan Cahaya dan kekeruhan
Tepung (x 100%)(gr/L)
Kecerahan (cm)
( % )
0
40
100
2,5
40
100
5
20
50
7,5
13
32,5
10
10
25
12,5
4
10






2.2. Pembahasan
2.2.1.     Densitas
               













Gambar 1.1
 



Gambar 1.2
 



                                                                                                                                




Gambar 1.3                                                                          Gambar 1.4






                          Gambar 1.5                                                                          Gambar 1.6
Keterangan. Gambar (1.1) perlakuan awal. (1.2) perlakuan salinitas (garam dan pewarna dalam air 1 liter). (1.3) proses menuangkan ke dalam akuarium. (1.4) perbedaan komposisi warna setelah dicampur. (1.5) pengukuran temperatur. (1.6) pengukuran salinitas menggunakan hand-refraktrometer.
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam oseanografi. Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p). Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut terletak pada kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m3. Perlu diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas (Prager et al., 2000)
Profil temperatur di suatu perairan menunjukkan bahwa kolom air laut terbagi menjadi tiga lapisan utama, yaitu lapisan permukaan yang tercampur sempurna (mixed layer), lapisan termoklin (thermocline layer) dan lapisan dalam (deep layer). Untuk temperatur perairan, khususnya perairan Indonesia, temperatur air dipengaruhi oleh siklus perubahan musim (Wyrtki, 1961). Selain oleh musim, temperatur air di suatu perairan juga dipengaruhi oleh intensitas matahari, kedalaman dan daratan di sekililingnya (Sidjabat, 1974). Suhu air laut, terutama lapisan permukaan, ditentukan oleh pemanasan matahari yang intensitasnya senantiasa berubah terhadap waktu, sehingga suhu air laut akan konstan dengan perubahan intensitas penyinaran matahari tersebut. Perubahan suhu ini dapat terjadi secara : (1) harian, (2) musiman, (3) tahunan, dan (4) jangka panjang (Sidjabat, 1978 dalam Dewi 2009).
Salinitas merupakan jumlah gram garam yang terlarut dalam satu kilogram air laut (Millero and Sons, 1992). Konsentrasi garam dikontrol oleh batuan alami yang mengalami pelapukan, tipe tanah, dan komposisi kimia dasar perairan. Salinitasmerupakan indikator utama untuk mengetahui penyebaran massa air lautan sehingga penyebaran nilai-nilai salinitas secara langsung menunjukkan penyebaran dan peredaran massa air dari satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran salinitas secara alamiah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, pengaliran air tawar ke laut secara langsung maupun lewat sungai dan gletser, penguapan, arus laut, turbulensi percampuran, dan aksi gelombang (Meadows dan Campbell., 1988; Illahude, 1999)


Berdasarkan tabel 1, temperatur yang berada di bagian permukaan memiliki temperatur yang paling tinggi dibandingkan dengan bagian yang lain, rata-ratanya sebesar 290C. Sedangkan pada bagian dasar memiliki temperatur paling rendah, rata-ratanya sebesar 280C. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dalam dari permukaan air maka semakin rendah temperaturnya. Hal ini terjadi karena pada bagian permukaan temperatur dipengaruhi oleh intensitas matahari dan temperatur lingkungannya (Sidjabat, 1978). Berbanding terbalik pada temperatur, salinitas terendah terdapat pada bagian permukaan dengan rata-rata 0 ppt dan salinitas tertinggi berada pada bagian dasar dengan rata-rata 2 ppt. sedangkan pada perlakuan awal memiliki salinitas 0 ppt, dikarenakan air yang digunakan adalah akuades.
Pada perlakuan salinitas dengan pemberian warna hijau posisinya tedapat dibagian dasar sedangkan pada bagian permukaan berwarna bening. Selanjutnya dengan perlakuan temperatur 400C diberi warna merah berada pada posisi bagian permukaan. Hal ini menunjukan bahwa temperatur yang tinggi memiliki berat jenis yang lebih ringan, sedangkan salinitas yang tinggi memiliki berat jenis yang lebih tinggi. Hal ini sesuai  dengan pernyataan bahwa Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p) (Prager et al., 2000).

2.2.2.     Miniatur gelombang







                                  Gambar 2.1                                                                      Gambar 2.2
Keterangan. Gambar (2.1) persiapan alat. Gambar (2.2) percobaan dengan beberapa macam tekanan.
Gelombang adalah pergerakan naik turun badan perairan yang dinyatakan dengan naik turunnya permukaan air secara bergantian serta tidak stabilnya permukaan air karena terjadinya pertukaran energi dengan sedikit kehilangan energi (hutabarat, 1985). Gerakan air lautan dapat dibedakan menjadi 3 golongan utama, yaitu gerakan air berarah (didapatkan pada arus-arus lautan), gerakan air tak menentu (pada peristiwa turbulensi dan mixing), gerak air berjangka (didapatkan pada gelombang dan pasang) (Brahmana, 2001).
Apabila muka laut mendapatkan tekanan angin (wind stress), terbentuklah tinggi gelombang dan selanjutnya arus permukaan terbentuk. Jika tinggi gelombang kuat, maka kecepatan arus berubah membesar dan terbentuklah longshore current yang kuat, yang mengakibatkan sedikit demi sedikit pantai tersebut akan terjadi abrasi. Penentu adanya abrasi selain oleh gelombang dan arus, juga ditentukan pula oleh kondisi batimetri yang tidak stabil (Horikawa, 1988). Idealnya suatu gelombang mempunyai bentuk sinous. Beberapa sifat gelombang yang penting untuk diperhatikan adalah puncak (crust) merupakan bagian tertinggi gelombang, lembah (trough) bagian terendah dari gelombang, tinggi gelombang (H) merupakan jarak tegak lurus antara ujung dan dasar lembah, amplitude (A) adalah ½ H, periode gelombang (T) adalah waktu yang dilewati antara terjadinya puncak berikutnya (Brahmana, 2001).
Tiga faktor yang menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin (Davis, 1991) yaitu : (1) lama angina bertiup atau durasi angina, (2) kecepatan angina dan (3) fetch (jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkit gelombang atau daerah pembangkit gelombang). Semakin lama angin bertiup, semakin besar jumlah energy yang dapat dihasilkan dalam pembangkitan gelombang. Demikian halnya dengan fetch, gelombang yang bergerak keluar dari daerah pembangkitan gelombang hanya memperoleh sedikit tambahan energy. Gelombang yang merambat dari perairan dalam menuju ke perairan dangkal (pantai) akan mengalami perubahan perilaku gelombang (transformasi) dari sifat dan parameter gelombang seperti proses refraksi, shoaling, refleksi maupun difraksi akibat pengaruh karakteristik dan bentuk pantai. Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sehingga mampu mereduksi energy gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut merupakan respon dinamis alami pantai terhadap laut. Ada dua tipe respon dinamis pantai terhadap gerak gelombang yaitu respon terhadap kondisi gelombang normal dan respon terhadap kondisi gelombang badai ( Triatmodjo, 1999 dalam John, 2009)


Grafik 2. Miniatur gelombang
Hasil praktikum miniatur gelombang disajikan pada tabel 2. Pada perlakuan miniatur gelombang dengan tenaga yang kecil menghasilkan panjang gelombang dan kecepatan tertinggi yaitu 0,39 m dan 0,3305 m/s, tetapi tinggi gelombang yang terjadi paling rendah yaitu 0,6 cm. pada perlakuan miniatur gelombang dengan tenaga yang sedang menghasilkan panjang dan kecepatan gelombang masing-masing 0,2925 dan 1,4. Pada perlakuan miniatur gelombang dengan tenaga yang besar menghasilkan panjang gelombang paling rendah yaitu 0,195 m, tetapi menghasil tinggi gelombang terbesar yaitu 1,6 cm, kecepatannya 0,2853 m/s. hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tenaga yang dikeluarkan untuk menciptakan gelombang maka semakin tinggi nilai dari tinggi gelombang dan semakin rendah panjang gelombang, dikarenakan semakin besar tenaga yang diciptakan untuk menghasilkan gelombang semakin banyak juga frekuensi dari gelombang yang tercipta sehingga panjang gelombang akan semakin kecil. Tetapi pada kecepatan gelombang tidak sesuai dengan referensi yaitu Jika tinggi gelombang kuat, maka kecepatan arus berubah membesar dan terbentuklah longshore current yang kuat (Horikawa, 1988). Hal ini terjadi dikarenakan kesalahan atau ketidaktepatan dalam menentukan waktu yang ditempuh sehingga membuat perhitungan kecepatan menjadi tidak sesuai dengan referensi.
2.2.3. Cahaya dan kekeruhan





            Gambar 3.1                                                                    Gambar 3.2






                                            Gambar 3.3                                                                    Gambar 3.4
Keterangan. Gambar (3.1) persiapan alat dan bahan. Gambar (3.2) proses pemberian sedimen (tepung). Gambar (3.3) diberikan perlakuan berupa cahaya (senter). Gambar (3.4) penghitungan penetrasi cahaya.
Air yang keruh akan menyebabkan intensitas cahaya yang masuk kedalamnya berkurang. Dengan demikian tingkat kekeruhan air dapat dideteksi dengan alat pengukur intensitas cahaya (Masroah, 2006). Cahaya matahari merupakan sumber energi yang utama bagi kehidupan jasad termasuk kehidupan di perairan karena ikut menentukan produktivitas perairan. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju produktivitas primer perairan, sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis (Boyd, 1982). Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air.Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).
Kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa. Kekeruhan ini disebabkan air mengandung begitu banyak partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan  menjadi berwarna dan kotor. Adapun penyebab kekeruhan ini antara lain meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil tersuspensi lainnya. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari, semakin keruh suatu badan air maka semakin menghambat sinar matahari masuk ke dalam air. Pengaruh tingkat pencahayaan matahari sangat besar pada metabolism makhluk hidup dalam air, jika cahaya matahari yang masuk berkurang maka makhluk hidup dalam air terganggu, khususnya makhluk hidup pada kedalaman air tertentu, demikian pula sebaliknya (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005; Alaerts dan Santika, 1987).
Padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang tinggi, tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi pula (Effendi, 2003). Padatan tersuspensi perairan yang baik untuk usaha budidaya perikanan laut adalah 5 – 25 mg/l (KLH, 2004).



Grafik 3. Cahaya dan kekeruhan

Hasil praktikum yang dilakukan pada tanggal 3 april 2011 di Laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan UNSOED dapat dilihat pada tabel 3.  Ada enam perlakuan pemberian kadar tepung yang berbeda-beda satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Pada tepung yang berkadar 12,5 gr/L memiliki tingkat kecerahan paling kecil yaitu 4 cm dari total panjang akuarium sebesar 40 cm dan semakin kecil pemberian sedimen (tepung) maka semakin besar tingkat kecerahaannya, seperti pada perlakuan 0 gr/L tepung memiliki kecerahan 100% atau 40 cm.. Hal ini sesuai dengan referensi bahwa Padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula nilai kekeruhan (Effendi, 2003).


BAB 3. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum laboratorium dapat disimpulkan bahwa :
1.       Salinitas yang memiliki konsentrasi lebih tinggi posisinya pada perairan akan lebih dalam dibandingkan dengan salinitas yang memiliki konsentrasi lebih rendah. Alat yang digunakan untuk menghitung nilai salinitas adalah refraktrometer.
2.       Temperatur pada permukaan perairan akan lebih tinggi dibandingkan yang berada di dasar perairan. Alat yang digunakan untuk menghitung temperature adalah thermometer.
3.       Nilai densitas bertambah dengan bertambahnya niali salinitas dan berkurangnya nilai temperatur.
4.       Semakin tinggi tenaga untuk menghasilkan gelombang, maka semakin besar juga tinggi gelombang dan semakin kecil panjang gelombangnya.
5.       Kekeruhan disebabkan oleh suspended matter sehingga mengurangi penetrasi cahaya
Daftar Pustaka
Boyd, C.E., 1982. Water Quality for pond fish culture. Elsevier scientific publishing company. Amsterdam the Netherland.
Brahmana. Pembela.2001. Ekologi Laut. Universitas Terbuka.
Davis, R. A. Jr. 1991. Oceanography ; An Introduction to the Marine Environment. THE PATTERN OF WAVE TRANSFORMATION USING RCPWave MODEL AT BAU-BAU COAST, SOUTHEAST SULAWESI PROVINCE, Hal 2.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. THE PATTERN OF WAVE TRANSFORMATION USING RCPWave MODEL AT BAU-BAU COAST, SOUTHEAST SULAWESI PROVINCE, Hal 2.
Effendie. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jogjakarta: Kanisius.
Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia.
K. Wyrtki, 1961. Physical Ocenography in the Southeast Asian Waters. KONDISI OSEANOGRAFI FISIKA PERAIRAN BARAT SUMATERA (PULAU SIMEULUE DAN SEKITARNYA) PADA BULAN AGUSTUS 2007 PASCA TSUNAMI DESEMBER 2004, Hal 3.
K. Horikawa, (Ed.), 1988. Nearshore Dynamics and Coastal Process. KARAKTERISTIK GELOMBANG DAN ARUS DI ERETAN, INDRAMAYU, Hal 1.
M.M. Sidjabat, 1974. Pengantar Oseanografi. KONDISI OSEANOGRAFI FISIKA PERAIRAN BARAT SUMATERA(PULAU SIMEULUE DAN SEKITARNYA) PADA BULAN AGUSTUS 2007PASCA TSUNAMI DESEMBER 2004, Hal 3.
Masroah, 2006. Pemanfaatan Rangkaian Pengukur Intensitas Cahaya Untuk Rancang Bangun Alat Pengukur Tingkat Kekeruhan Air. Malang: Universitas Muhammdiyah Malang.
Meadows, P.S., Campbell, J.I.1988, An Introduction to Marine Science. ANALISIS SEBARAN TEMPERATUR DAN SALINITAS AIR LIMBAH PLTU-PLTGU BERDASARKAN SISTEM PEMETAAAN SPASIAL (STUDI KASUS : PLTU-PLTGU TAMBAK LOROK SEMARANG), Hal 3.
Millero, F.J. dan Sohn, M.L., 1991, Chemical Oceanography. ANALISIS SEBARAN TEMPERATUR DAN SALINITAS AIR LIMBAH PLTU-PLTGU BERDASARKAN SISTEM PEMETAAAN SPASIAL (STUDI KASUS : PLTU-PLTGU TAMBAK LOROK SEMARANG), Hal 2.
Prager, Ellen J, and Sylvia A, 2000. The Oceans. HIGH-DENSITY INTREGRATED OPTICS, Hal 1.


Baharuddin. 2009. POLA TRANSFORMASI GELOMBANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RCPWave PADA PANTAI BAU-BAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA. E-jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 1, No.2, Hal. 60-71.
Setiyo, Haryono. 2007. ANALISIS SEBARAN TEMPERATUR DAN SALINITAS AIR LIMBAH PLTU-PLTGU BERDASARKAN SISTEM PEMETAAN SPASIAL. Jurnal PRESIPITASI Vol. 3, No. 3
Hadikusumah. 2009. KARAKTERISTIK GELOMBANG DAN ARUS DI ERETAN, INDRAMAYU. Jurnal SAINS vol. 13, No. 2, Hal 163-172
Surinati, dewi. 2009.KONDISI OSEANOGRAFI FISIKIA PERAIRAN BARAT SUMATERA (PULAU SIMEULUE DAN SEKITARNYA) PADA BULAN AGUSTUS 2007 PASCA TSUNAMI DESEMBER 2004. Jurnal SAINS, Vol.13, No. 1, Hal. 17-22
Shan, shung. 2005. WAVE FORCES ON A LARGE STRUCTURE IN THE PRESENCE OF A CURRENT. Journal of marine science and technology, Vol.7, No.1, Hal. 17-25
Manolatou, C. 2006. HIGH-DENSITY INTEGRATED OPTICS. Journal of lightwafe technology, Vol. 17, No.9